Kamis, 19 Desember 2013

Assalamu’alaikum

DAMPAK  KENALAKAN REMAJA BAGI PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dampak yang di timbulkan dari kenakalan remaja bagi pendidikan Indonesia yaitu, menurunynya kualitas pendidikan di Indonesia, menurunnya  moralitas dan etika anak-anak terdidik melakukan hal menyimpang di dalam kehidupan sosial sekarang ini,dll. Masih banyak lagi dampak yang di timbulkan dari kenakalan remaja bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini harus di perhatikan oleh pemerintah dan keluarga untuk lebih bersosialisasi terhadap anak tersebut, agar tidak melakukan hal yang  menyimpang norma-norma di dalam masyarakat. Jika permasalahan yang di timbulkan tidak segera di laksanakan, maka dalam jaka panjang pendidikan di Indonesia terus melonjak turun dan pendidikan di Indonesia menjadi terkenal akan dari sisi negatifnya. Keluarga sangat berperan penting untuk mendidik hal-hal positif yang tidak menyimpang dalam norma-norma di dalam masyarakat. Di dalam lingkungan sekolah juga berperan penting dalam mendidik anak didiknya untuk mengajarkan nilai-nilai etika yang baik kepada masyarakat luas.

Assalamu’alaikum wr.wb

KENAKALAN REMAJA DI DALAM PENDIDIKAN INDONESIA
Tejadinya  penyimpangan kepribadian pelajar dari norma-norma masyarakat bukanlah murni disebabkan oleh kesalahan  pelajar atau siswa, melainkan penyimpangan ini muncul dari permasalah multidimensional dalam diri pendidikan itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan penyimpangan dalam diri pelajar ataupun generasi muda, hanyalah sebagian dampak kecil dari berbagai masalah dalam dunia pendidikan dan bukanlah pokok penyebab atau persoalan. Sehingga dalam menganalisis pendidikan diperlukan kesatuan global dari sistem-sistem dalam masyarakat.Masalah pendidikan di Indonesia bukan saja karena kualitas yang masih rendah, tetapi juga diperparah moral generasi muda yang masih belum bisa menyaring perkembangan globalisasi. Tawuran antar pelajar, free sex, narkoba, dan tindakan asusila maupun pelanggaran hukum banyak mewarnai pendidikan Indonesia, bahkan hal ini dapat kita saksikan baik secara langsung maupun dimedia massa. Namun semua itu bukanlah alasan bagi kita untuk cenderung menyalahkan pendidikan, karena kita sendiri memiliki tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan. Dalam memperbaiki masalah pendidikan itu dapat dilakukan dengan cara mereformasi kurikulum yang lebih merakyat, menyediakan sarana, prasarana, menjalankan pendidikan antri diskriminasi, dan sebagainya. Selain itu pendidikan juga diharapkan melaksanakan tugasnya yaitu, memperjuangkan masayarakat dari penindasan dengan menanamkan sikap sadar sosial dan membangun mentalitas kemandirian anak didik. Secara psikologis pelajar adalah masa transisi dari remaja menuju kedewasaan diamana didalamnya terjadi gejolak-gejolak batin dan luapan ekspresi kretivitas yang sagat tinggi. Jika lupan-luapan dan pencarian jati diri ini tidak terpenuhi maka mereka akan cenderung mengekspresikanya dalam bentuk kekecewaan-kekecawaan dalam bentuk negatif. Sarana pendidikan yang dimaksud disini, bukan hanya laboratorium, perpustakaan,  ataupun peralatan edukatif saja, tetapi juga sarana-sarana olahraga ataupun kesenian untuk mengekspresikan diri mereka.
Kehidupan remaja diera modern ini tentulah berbeda dengan kehidupan pada generasi sebelumnya,  pelajar saat ini membutuhkan ruang gerak dalam pengembangaan kematangan emosi misalanya saja grup band, sepak bola, basket, otimotif dan sebagainya. Jika hal ini tidak dipenuhi ataupun dihambat maka akan cenderung membuat perkumpulan-perkumpulaan yang cenderung menyalahi norma.
Di indonesia sendiri masih banyak sekolah ataupun kampus yang tidak memiliki sarana penyaluran emosi ini, di UIN Sunan Kalijaga misalnya hanya terdapat tenis indor, lapangan futsal itupun tersedia digunakan seara inklusif untuk ornag-orang tertentu saja.

PERMASALAHAN PENDIDIKAN
A) PERMASALAHAN TEORITIS
      Meliputi :
                - Kesalahan tehnis, misalnya, pandangan yang menyatakan bahwa disiplin hanya bisa dididik melalui kekerasan.
         - Kesalahan sistematis : pandangan bahwa tempat  belajar yang tepat adalah sekolah.
  - Kesalahan teoretis : mengajar adalah memberikan ilmu.
         - Penerapan yang salah, misalnya pandangan bahwa semakin banyak ilmu semakin membuat orang bahagia.
  - Kesalahan filosofis, misalnya pandangan bahwa kesuksesan seseorang tergantung pada  aspek keterampilan yang diperolaeh.

B) PERMASALAHAN PRAKTIS
A) Perkembangan IPTEKS yang semakin cepat.
Contoh: Pengaruh masalah kemajuan teknologi mempengaruhi sistem pendidikan, misalnya  perkembangan teknologi Informatika. Saat ini setiap saat ada kejadian suatu perkara dapat langsung disiarkan melalui televisi dan media cetak dengan gambar kejadian yang jelas. Padahal dulu lebih banyak menggunakan tatap muka langsung, tetapi saat ini peserta didik hanya cukup duduk belajar di rumah. Permasalahannya yaitu ini mempengaruhi tentang prasarana dan perubahan isi pendidikan.

B) Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan fasilitas pendidikan.
  Contoh:  Laju pertumbuhan penduduk akan menimbulkan masalah dalam pendidikan. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali mengakibatkan penyediaan layanan pendidikan berupa sarana-prasarana pendidikan beserta komponennya juga bertambah, hal ini akan menimbulkan masalah pendidikan.

C) Peningkatan aspirasi masyarakat untuk mendidikkan anaknya.
  Contoh:  Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat. Akibatnya  pelamar sekolah dan arus pelajar meningkat secara drastis, sedangkan fasilitas sekolah berkmbang sangat lambat. Sehingga dapat mempengaruhi kualitas pendidikan.




D) Kekurangan dana
  Kekurangan dana merupakan problem klasik yang dialami semua negara berkembang  dalam melaksanakan pendidikan. Hal ini di karenakan pengambil kebijakan kuranng menempatkan posisi pendidikan bukan sebagai prioritas. Hal ini bisa diatasi dengan cara pendidikan bukan hanya tanggung jawab Pemerintah, tapi juga masyarakat harus turut serta

E) Belum adanya sistem manajemen pendidikan yang mantap.
Faktor manajemen dapat merupakan faktor penyebab kurang optimalnya keberhasilan suatu organisasi atau lembaga. Hal ini bisa kita lihat sering terjadi perubahan struktur organisasi pendidikan, arah pendidikan yang kurang jelas dsb.

C) MASALAH PENDIDIKAN di INDONESIA
Masalah kurang meratanya pendidikan
Masalah rendahnya mutu pendidikan
Masalah efisiensi ( menggunakan sesuatu yang terbatas, tapi bisa membuat berkualitas)
Masalah relevansi (hasil input dengan tuntutan output)
Masalah lemahnya manajemen pendidikan.

D) USAHA MENGATASI MENGATASI MASALAH PENDIDIKAN

1> Pemerataan Memperoleh Pendidikan.
       Usaha untuk meningkatkan pemerataan memperoleh pendidikan adalah melalui desentralisasi. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pemerataan pendidikan ini akan segera tercapai, karena pemerintah daerahlah yang lebih tahu kebutuhan masyarakat yang dilayaninya. Serta peran perorangan dan swasta  dalam menyelenggarakan pendidkan akan semakin lebih efektif.

2> Peningkatan Kualitas dan Relevansi Pendidikan.
Dengan otonomi dan desentralisasi diharapkan masing-masing daerah termasuk warganya masyarakatnya lebih terpacu dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam memasuki persaingan global.

3> Perbaikan Manajemen Pendidikan
        Upaya untuk meningkatkan mutu manajemen sekolah , dengan cara menerapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ( MPMBS). MPMBS menawarkan kepada sekolah agar dapat menyediakan pendidikan  yang lebih baik dan lebih memadai bagi para siswanya . Dengan adanya otonomi sekolah , menjadikan kinerja para staf , guru, dan pimpinan sekolah meningkat, untuk memberikan layanan terbaiknya dalam pembelajaran dan pendidikan. Dengan demikian manajemen sekolah dikelola dengan kebersamaan dan lebih profesional, akhirnya terjadi peningkatan manajemen pendidikan.
PETA KONSEP
PERRMASALAHAN PENDIDIKAN

PERMASALAHAN PENDIDIKAN
A) PERMASALAHAN TEORITIS
      Meliputi :
                - Kesalahan tehnis, misalnya, pandangan yang menyatakan bahwa disiplin hanya bisa dididik melalui kekerasan.
         - Kesalahan sistematis : pandangan bahwa tempat  belajar yang tepat adalah sekolah.
  - Kesalahan teoretis : mengajar adalah memberikan ilmu.
         - Penerapan yang salah, misalnya pandangan bahwa semakin banyak ilmu semakin membuat orang bahagia.
  - Kesalahan filosofis, misalnya pandangan bahwa kesuksesan seseorang tergantung pada  aspek keterampilan yang diperolaeh.

B) PERMASALAHAN PRAKTIS
A) Perkembangan IPTEKS yang semakin cepat.
Contoh: Pengaruh masalah kemajuan teknologi mempengaruhi sistem pendidikan, misalnya  perkembangan teknologi Informatika. Saat ini setiap saat ada kejadian suatu perkara dapat langsung disiarkan melalui televisi dan media cetak dengan gambar kejadian yang jelas. Padahal dulu lebih banyak menggunakan tatap muka langsung, tetapi saat ini peserta didik hanya cukup duduk belajar di rumah. Permasalahannya yaitu ini mempengaruhi tentang prasarana dan perubahan isi pendidikan.

B) Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan fasilitas pendidikan.
  Contoh:  Laju pertumbuhan penduduk akan menimbulkan masalah dalam pendidikan. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali mengakibatkan penyediaan layanan pendidikan berupa sarana-prasarana pendidikan beserta komponennya juga bertambah, hal ini akan menimbulkan masalah pendidikan.

C) Peningkatan aspirasi masyarakat untuk mendidikkan anaknya.
  Contoh:  Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat. Akibatnya  pelamar sekolah dan arus pelajar meningkat secara drastis, sedangkan fasilitas sekolah berkmbang sangat lambat. Sehingga dapat mempengaruhi kualitas pendidikan.




D) Kekurangan dana
  Kekurangan dana merupakan problem klasik yang dialami semua negara berkembang  dalam melaksanakan pendidikan. Hal ini di karenakan pengambil kebijakan kuranng menempatkan posisi pendidikan bukan sebagai prioritas. Hal ini bisa diatasi dengan cara pendidikan bukan hanya tanggung jawab Pemerintah, tapi juga masyarakat harus turut serta

E) Belum adanya sistem manajemen pendidikan yang mantap.
Faktor manajemen dapat merupakan faktor penyebab kurang optimalnya keberhasilan suatu organisasi atau lembaga. Hal ini bisa kita lihat sering terjadi perubahan struktur organisasi pendidikan, arah pendidikan yang kurang jelas dsb.

C) MASALAH PENDIDIKAN di INDONESIA
Masalah kurang meratanya pendidikan
Masalah rendahnya mutu pendidikan
Masalah efisiensi ( menggunakan sesuatu yang terbatas, tapi bisa membuat berkualitas)
Masalah relevansi (hasil input dengan tuntutan output)
Masalah lemahnya manajemen pendidikan.

D) USAHA MENGATASI MENGATASI MASALAH PENDIDIKAN

1> Pemerataan Memperoleh Pendidikan.
       Usaha untuk meningkatkan pemerataan memperoleh pendidikan adalah melalui desentralisasi. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pemerataan pendidikan ini akan segera tercapai, karena pemerintah daerahlah yang lebih tahu kebutuhan masyarakat yang dilayaninya. Serta peran perorangan dan swasta  dalam menyelenggarakan pendidkan akan semakin lebih efektif.

2> Peningkatan Kualitas dan Relevansi Pendidikan.
Dengan otonomi dan desentralisasi diharapkan masing-masing daerah termasuk warganya masyarakatnya lebih terpacu dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam memasuki persaingan global.

3> Perbaikan Manajemen Pendidikan
        Upaya untuk meningkatkan mutu manajemen sekolah , dengan cara menerapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ( MPMBS). MPMBS menawarkan kepada sekolah agar dapat menyediakan pendidikan  yang lebih baik dan lebih memadai bagi para siswanya . Dengan adanya otonomi sekolah , menjadikan kinerja para staf , guru, dan pimpinan sekolah meningkat, untuk memberikan layanan terbaiknya dalam pembelajaran dan pendidikan. Dengan demikian manajemen sekolah dikelola dengan kebersamaan dan lebih profesional, akhirnya terjadi peningkatan manajemen pendidikan.
PETA KONSEP
PERRMASALAHAN PENDIDIKAN

Kamis, 12 Desember 2013

Masalah Pendidkan di Indonesia

Masalah Pendidikan di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.

Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?

2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?

3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia?

4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.

2. Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini.

3. Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

4. Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pemerintah

Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

2. Bagi Guru

Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.

3. Bagi Mahasiswa

Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia

Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.

Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.

Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia

Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.

Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.

“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).

Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:

    · Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
    · Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
    · Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
    · Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
    · Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
    · Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
    · Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
    · Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.

C. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:

1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.

Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.

Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.

3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.

B. Saran

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

Pengaruh Globalisasi terhadap Pendidikan di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Globalisasi yang terjadi di berbagai negara telah merubah berbagai aspek kehidupan manusia dalam segala bidang misalnya dalam hal komunikasi, perdagangan, sosial budaya, transportasi dan lain-lain.
Kemajuan globalisasi ini terutama dipicu salah satunya oleh teknologi informasi yang berkembang dengan sangat pesat yang memungkinkan akses informasi tanpa batas ruang dan waktu.  Globalisasi memunculkan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dipecahkan.
Proses globalisasi merupakan suatu rangkaian proses yang mengintegrasikan kehidupan global melalu internasionalisasi perdagangan, dan internasionalisasi pasar dari produksi dan keuangan, internasionalisasi dari komoditas budaya yang didukung oleh sistem telekomunikasi global yang semakin canggih. Sehingga interaksi global dapat diakses atau dilakukan dengan mudah berkat adanya teknologi komunikasi yang dalam perkembangannya sudah semakin canggih.
Kebudayaan dalam hal ini adalah pendidikan khususnya di Indonesia  juga tidak lepas dari dampak globalisasi, dimana pengetahuan dan teknologi telah berkembang dengan sangat pesat. Hal ini memicu tantangan baru bagi pendidikan Indonesia untuk menghadapi peluang masuknya  lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari negara luar. Untuk mengghadapi hal ini tentunya Indonesia harus meningkatkan mutu pendidikan, baik dalam hal perbaikan fasilitas, manajemen maupun sumber daya manusia bangsa Indonesia itu sendiri sehingga pendidikan Indonesia mampu bersaing dan tidak tertinggal dengan negara lain. Masuknya berbagai pengaruh globalisasi terutama menyangkut pendidikan harus ditelaah lebih mendalam, sejauh mana globalisasi mampu mengarahkan perkembangan pendidikan di Indonesia, apakah menjadi lebih baik atau sebaliknya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Globalisasi
Arus globalisasi yang sudah terjadi sejak abad ke 20, memaksa setiap negara khususnya Indonesia untuk menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa. Menurut Princenton N. Lyman, Globalisasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat atas saling ketergantungan dan hubungan antara negara-negara didunia dalam hal perdagangan dan keuangan.. Berdasarkan sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elekrronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Kata “globalisasi” dari kata global yang berarti universal atau ruang lingkupnya mendunia.  Globalisasi pada dasarnya merupakan proses yang ditimbulkan dari suatu kegiatan yang dampaknya berkelanjutan melampaui batas kebangsaan dan kenegaraan.
Hamijoyo dalam Mimbar (1990) menjelaskan cirri-ciri globalisasi, antara lain :
1.    Globalisasi perlu didukung oleh kecepatan informasi, kecanggihan teknologi, transportasi dan komunikasi yang diperkuat oleh tatanan organisasi dan manajemen yang tangguh.
2.    Globalisasi telah melampaui batas tradisional geopolitik. Batas tersebut harus tunduk pada kekuatan teknologi, ekonomi, social politik dan sekaligus mempertemukan tatanan yang sebelumnya sulit dipertemukan.
3.    Adanya ketergantungan antar negara.
4.    Pendidikan merupakan bagian dari globalisasi. Penyebaran dalam hal gagasan, pembaharuan dan inovasi dalam struktur, isi dan metode pendidikan dan pengajaran sudah lama terjadi (melalui literature, kontak antar pakar dan mahasiswa).
Kebudayaan sendiri dapat diartikan hasil dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat yang menyangkut pandangan terhadap berbagai hal. Globalisasi dalam bidang kebudayaan berkembang secara pesat, hal ini ditandai dengan adanya kemampuan akses infomasi secara cepat. Hal ini justru akan menjadi masalah penting dalam globalisasi, pada kenyataannya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini dikuasai atau didominasi oleh negara-negara maju, bukan negara berkembang. Ini akan memicu kekhawatiran tersendiri bagi negara berkembang, yaitu kekhawatiran tertinggal dari negara maju baik dari segi sosial, ekonomi, dan budaya. Globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mengubah dunia secara mendasar.
Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan tidak terlepas dari pengaruh globalisasi. Pengaruh perkembangan teknologi turut mengiringi perkembangan pendidikan itu sendiri. Saat ini pemanfaatan teknologi tidak hanya terbatas untuk industri atau kepentingan bisnis saja, namun juga pendidikan. Misalnya adalah peran internet yang dapat digunakan sebagai bahan pengumpul informasi belajar bagi siswa. Sehingga sumber belajar tidak hanya diperoleh dari buku atau guru, namun sumber belajar dapat diperoleh dari berbagai belahan dunia. Selain itu penggunaan multimedia portable seperti laptop semakin sering dijumpai dalam praktik penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa IPTEK dapat menunjang terselenggaranya pendidikan terutamanya di Indonesia agar lebih berkualitas dan berkembang. Dari sinilah menunjukkan bahwa pendidikan merupakan agenda kebangsaan yang sangat penting dan tidak dapat ditunda-tunda lagi untuk dikembangkan seoptimal mungkin. Tentunya agar hal tersebut dapat dicapai dibutuhkan kerja sama dari semua elemen pendidikan yang diimbangi oleh sumber daya manusia yang mumpuni di bidangnya, agar pada pelaksanaannya dapat berjalan sebagaimana mestinya.
2.2 Dampak Globalisasi
Kemajuan globalisasi terutama ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya sangat berdampak bagi keberadaan aspek kehidupan khususnya dalam bidang pendidikan, baik itu berupa dampak positif atau negatif. Hal ini terlihat dengan adanya sekolah-sekolah yang membuka kelas bilingual, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran wajib. Selain itu sekolah-sekolah menengah hingga perguruan tinggi sudah banyak yang membuka kelas Internasional. Untuk Indonesia hal ini tidak lain dimaksudkan agar tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di dunia internasional dan menjawab berbagai tantangan globalisasi. Dengan dimilikinya tenaga-tenaga kerja yang berkualitas, tentunya akan membawa dampak positif tersendiri bagi Indonesia. Indonesia mampu memperbaiki kualitas ekonomi, sehingga mampu masuk jajaran raksasa ekonomi dunia. Namun hal ini tentu sangat membutuhkan perpaduan antara kemampuan otak yang mumpuni dan keterampilan dasar yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah dengan globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia khususnya dengan sumber daya manusianya.
Beberapa dampak positif globalisasi :
a.  Semakin mudahnya akses informasi.
Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi telah mempermudah pekerjaan manusia, khususnya dalam hal akses informasi. Internet kini sudah menjadi kebutuhan tersendiri. Dengan internet, masyarakat dapat mengakses informasi  dalam waktu yang sangat singkat. Informasi yang diakses tidak terbatas dalam negeri, melainkan dari seluruh dunia dapat diperoleh melalu internet. Bagi siswa tentu ini sangat memudahkan bagi mereka untuk memperoleh sumber belajar lain, disamping dari buku dan penjelasan guru.
b. Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang profesional dan berstandar internasional dalam bidang pendidikan.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah pendidik. Apaila pendidikan dilakukan dilaksanakan secara berkualitas dan mengikuti perkembangan arus globalisasi maka akan menghasilkan lulusan yang siap kerja seuai dengan keahliannya, termasuk dihasilkannya tenaga pendidik yang pofesional dan berstandar internasional. Hal ini tentunya akan membawa perkembangan positif bagi peserta didik yang diajarnya kelak, yaitu dihasilkannya lulusan yang berkualitas.
c. Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain.
Globalisasi  pendidikanterjadi secara mengglobal atau mendunia, segala perubahan-perubahan aspek pendidikan terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. Apabila perkembangan globalisasi dapat diikuti dan disesuaikan dengan tepat, maka akan membuat kualitas pendidikan Indonesia memiliki standar yang sama atau lebih bagus dari negara-negara lain. Sehingga pendidikan di Indonesia dapat disejajarkan atau mampu bersaing dengan negara-negara lain.

d. Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, apabila pendidikan dilaksanakan secara berkualitas dan mengikuti kebutuhan dan perkembangan globalisasi, maka akan menciptakan tenaga kerja yang terampil dan siap bersaing di dunia Internasional.
e. Adanya perubahan struktur dan sistem pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Demi terselenggarakannya pendidikan yang lebih bermutu dan berkualitas, tidak mungkin mempertahankan struktur dan metode pendidikan yang sudah ada. Semua harus menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini. Misalnya dengan memanfaatkan teknologi berupa media pembelajaran berbasis komputer, internet atau sejenisnya. Selain itu diperlukan juga evaluasi terhadap kurikulum yang sudah ada sehingga dapat dilakukan pembenahan pada rancangan kurikulum selanjutnya.  Pemanfaatan teknologi baru, seperti komputer dan internet, telah membawa perubahan yang luar biasa dalam dunia pendidikan dan sudah menjadi pemandangan biasa dalam praktik pembelajaran di sekolah di Indonesia. Selain itu akibat kemajuan teknologi, pola pengajaran pada dunia pendidikan pun juga turut berubah. Apabila dulu, guru hanya menulis dengan sebatang kapur untuk menulis, menggambar sederhana serta menggunakan media-media elajar sederhana, kini dengan komputer, tulisan, gambar, suara, film dan lain-lain dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi materi belajar.
Selain dampak negatif, globalisasi juga memiliki dampak negatif tehadap pendidikan di Indonsia, berikut diantaranya :
a. Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh pemilik modal.
Artinya, sekolah-sekolah dapat dijadikan objek komersil seiring dengan berkembangan neoliberalisme yang melanda dunia. Globalisasi bisa memaksa lliberalisasi menjadi sektor yang dulunya non-komersil menjadi komoditas dalam pasar yang baru. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya sekolah-sekolah yang masih memungut anggaran dari orang tua murid dengan label uang komite atau uang sumbangan pembangunan. Maka rakyat dari kelas-kelas menengah keatas dan mampu membayar lah yang dapat menikmati bangku pendidikan, meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) namun persebarannya belum merata. Belum lagi BOS yang tidak sampai ke tempat karena dikorupsi. Selain itu tak sedikit kampus-kampus yang menawarkan pembelian Gelar dengan murah tanpa harus kuliah.
b. Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang berdampak munculnya “tardisi serba instan”.
Dengan memanfaatkan internet sebagai media pencari informasi, bisa didapat banyak keuntungan diantaranya adalah mendapatkan informasi yang lengkap dan dalam waktu singkat. Namun hal ini justru memicu dampak negatif tersendiri bagi penggunanya terutama bagi pelajar. Terlalu bergantung pada internet cenderung membuat mereka menjadi semakin malas karena tinggal akses internet mereka mendapat informasi yang mereka mau, tanpa perlu bersusah payah observasi secara langsung.
c. Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan di dalam dunia pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan seharusnya harus dilaksanakan selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Masih banyak dijumpai masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Sehingga untuk menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik memerlukan dana yan cukup besar. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas internasional di perguruan terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta, jauh lebih mahal jika dibandingkan denngan kelas biasa atau reguler. Dengan demikian hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang dan dapat menyeret mereka ke dalam kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah mewah sementara saat masyarakat dari golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang dapat mengakibatkan konflok sosial.
d. Akan semakin terkikisnya kebudayaan bangsa akibat masuknya budaya dari luar.
Globalisasi dapat menyebabkan masuknya budaya atau percampuran budaya asing (akulturasi kebudayaan) dengan budaya asli Indonesia. Jika bangsa Indonesia tidak siap menerima perubahan globalisasi, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan cenderung mengarah ke memudarnya nilai-nilai kelestarian budaya. Salah satunya pemanfaatan dari internet yang membawa dampak negatif, salah satunya adalah situs pornografi yang dapat diakses oleh semua orang termasuk para siswa. Hal itulah merupakan awal dari pergeseran budaya yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang condong ke adat ke-timuran yang menjunjung nilai-nilai moral dan kesopanan.
2.3 Kondisi Pendidikan di Indonesia Saat Ini
Seperti dilansir oleh Kompas.com tanggal 28 Oktober 2009 menyebutkan bahwa tiga hasil studi internasional menyatakan, kemampuan siswa Indonesia untuk semua bidang yang diukur secara signifikan, Indonesia berada dibawah rata-rata skor internasional yang sebesar 500. Jika dibandingkan dengan siswa Internasional, Indonesia hanya mampu menjawab soal dengan kategori rendah dan sangat sedikit, atau bahkan tidak ada yang mampu menjawab soal dengan kategori pemikiran tingkat tinggi.
Untuk Indonesia, pendidikan tak terjangkau oleh rakyat kecil, karena mahalnya biaya pendidikan itu sendiri. Lembaga pendidikan di Indonesia seolah telah dijadikan ladang bisnis dan dikomersialkan. Kebijakan ini memang sangat disayangkan, karena dapat mengubur impian masyarakat kelas sosial kebawah untuk menikmati pendidikan setinggi-tingginya. Salah satu implikasinya adalah,  kualitas mahasiswa pun jadi dipertanyakan. Bukan tidak mungkin uang yang berbicara, siapa yang lebih banyak ia yang akan menang. Bisa jadi mereka memiliki kemampuan intelektual yang pas-pasan. Sementara mereka yang memiliki kemampuan lebih tidak bisa mengenyam perguruan tinggi karena terkendala oleh faktor finansial yang tidak mencukupi.
Meskipun saat ini banyak bantuan-bantuan dari pemerintah dalam hal pendidikan seperti BOS, dan lainnya, namun banyak penyelewengan-penyelewengan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh aparat dinas pendidikan baik di daerah maupun sekolah. Penyelewengan dana pendidikan itu terutama dalam alokasi untuk rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana sekolah. Akibatnya adalah dana BOS yang dapat dinikmati oleh siswa jumlahnya berkurang atau bahkan tidak sampai ke tangan mereka.  Seperti yang telah dipaparkan oleh Febri Hendri, Peneliti Senior Indonesia Corruption Watch (ICW) saat menyoal Evaluasi Kinerja Departemen Pendidikan Nasional Periode 2004 – 2009 di Jakarta, Rabu (9/9). Menurut Febri, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar. (Kompas.com tanggal 9 September 2009).
Akibat dari mahalnya pendidikan yang hanya bisa dinikmati oleh kelas sosial atas adalah ketidak merataan pendidikan di Indonesia, dimana mereka yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi dan seharusnya dibina di sekolah, justru tidak dapat bersekolah dikarenakan mahalnya biaya pendidikan. Bagi Indonesia sendiri adalah menurunnya kualitas SDM dan pendidikan bangsa, sehingga bangsa Indonesia akan mengalami kemunduran. Diketahui bahwa pendidikan adalah pilar utama terselenggaranya negara yang maju dan berkualitas. Jjika dalam dunia pendidikan saja banyak masalah-masalah seperti sulitnya mendapatkan pendidikan yang layak karena faktor lemahnya finansial, maka akas sulit  bagi Indonesia untuk dapat bersanding dengan negara-negara lain.
3. Upaya menghadapi tantangan Globalisasi di Bidang Pendidikan.
Dalam kompetisi menghadapi era globalisasi, Sumber Daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Jika mereka ridak siap, maka akan tergilas oleh arus globalisasi, sebaliknya jika mereka siap maka akan menjadi pemenang. Telah diketahui bersama bahwa globalisasi mempunyai dampak positif yang bisa membawa perubahan yang lebih baik, dan dampak negatif yang dapat menjadi boomerang khususnya bai dunia pendidikan di Indonesia.
Di dalam pendidikan seperti yang telah dibahas, maka tidak akan pernah luput dari komponen-komponen yang saling memiliki keterkaitan yaitu pendidik (guru), peserta didik (murid), orang tua (keluarga), dan lingkungan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua komponen tersebut dalam menghadapi globalisasi di dunia pendidikan.
Pendidik (Guru)
Menurut undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah ditegaskan bahwa yang dimaksud Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik dijalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam hal globalisasi, posisi guru disini adalah sebagai tenaga pendidik profesional, yang mampu meningkatkan martabat, mampu melaksanakan dan mewujudkan pendidikan nasional. Tujuan akhirnya tidak lain adalah mengembangkanpotensi peserta didik agar tidak hanya menjadi individu yang terampil dan cerdas, namun juga beriman dn bertakwa.
Guru adalah orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan kemerosotannya. Oleh karena itu tugas guru tidak terbatas pada kegiatan mengajar, tapi yang terpenting adalah mencetak karakter murid. Selain itu dengan berkembangnya bidang teknologi informasi, guru harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkannya semaksimal mungkin gunan menunjang aktifitas mengajarnya di kelas.
Peserta didik (siswa)
Tugas utama seorang siswa adalah belajar. Selain itu, dalam era globalisasi seperti ini, siswa harus mampu memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk. Terlebih lagi mereka yang dalam masa-masa labil, masa-masa dimana selalu ingin tahu dan mencoba hal-hal baru. Disinilah siswa harus benar-benar memilih pilihan yang tepat. Akses internet memang sangat bermanfaat jika digunakan untuk keperluan yang bermanfaat misalnya untuk bahan belajar, namun jika internet digunakan untuk hal-hal negatif seperti akses video porno, hal ini justru akan berdampak buruk bagi perkembangan siswa.
Orang Tua (Keluarga)
Orang tua atau keluarga sebagai tempat pendidikan awal bagi anak sebelum mereka dikenalkan denga dunia luar harus  memberikan dasar-dasar pendidikan kepada anak yang nantinya akan menentukan pertumbuhan serta perkembangan anak di masa mendatang. Selain itu orang tua juga wajib melakukan kontrol terhadap kegiatan anak, karena apabila tidak diawasi akan mengarahkan anak menjadi suatu pribadi dan perilaku yang tak terkontrol.. Mencari kegiatan anak tidak harus mlakukan pengawasan setiap detik, namun dapat dilakukan dengan menanyakan siapa teman bermai, menanyakan keadaan anak pada guru di sekolah dan lain sebagainya.
Lingkungan.
Lingkungan dapat mengakibatkan perubahan perilaku dan kepribadian seseorang, karena disinilah segala pengaruh timbul, baik dari teman sebaya ataupun orang lain. Untuk itu pemilihan lingkungan sangat penting dalam mengahadapi arus globalisasi yang akan berdampak pada dunia pendidikan. Karena kewajiban terpenting kita adalah berinteraksi dengannya.
Disamping komponen-komponen pendidikan, pemerintah sebagai pengatur aktifitas negara termasuk pendidikan juga harus segera mencari pemecahan dari permasalahan yang dapat mengakibatkan terganggunya pelaksanaan pendidikan. Pendidikan yang mahal masih menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai hendaknya pemerintah menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan. Memang di berbagai daerah sudah banyak sekolah unggulan yang berkualitas dan bebas biaya. Namun hal tersebut baru merupakan kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali. Untuk mewujudkannya, yang pertama dilakukan adalah pembenahan dalam sektor birokrasinya. Korupsi harus segera diberantas, karena korupsilah aliran dana yang seharusnya digunakan untuk pembenahan dunia pendidikan jadi tersendat atau tidak sampai ditempat.

 BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Globalisasi telah membawa perubahan pada semua aspek kehidupan khususnya dalam dunia pendidikan. Globalisasi dapat memberikan dampak postitif dan negatif di dunia pendidikan. Berdampak positif jika membuat perubahan yang membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih maju, dan berdampak negatif jika menurunkan kualitas pendidikan itu sendiri.
Pemanfaatan teknologi baru, seperti komputer dan internet, telah membawa perubahan yang luar biasa dalam dunia pendidikan dan sudah menjadi pemandangan biasa dalam praktik pembelajaran di sekolah di Indonesia. Maka sudah sepantasnya hal tersebut lebih dikembangkan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia.
Evaluasi pendidikan juga perlud dilakukan, hendaknya struktur dan sistem pendidikan diubah menhyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, terutama dalam era globalisasi ini. Cenderung mempertahankan struktur dan sistem yang sudah ada justru akan membuat dunia pendidikan di Indonesia menjadi tertinggal dari negara lain.
Untuk menghadapi pengaruh kuat globalisasi diperlukan kerja sama yang padu antar semua komponen pendidikan seperti pendidik, peserta didik, keluarga, dan lingkungan. Selain itu pemerintah juga berperan sebagai penjamin penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan merata di Indonesia seharusnya memberikan pendidikan yang murah. Sehingga tidak ada alasan lagi anak tidak dapt sekolah karena alasan biaya mahal.